Krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekonomi bangsa yang berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerakyatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gem-puran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persai-ngan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Dalam negara perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan usaha yang punya azas kekeluargaan dan menguta-makan kesejahteraan anggota, tidak hanya melulu mencari keuntungan saja, pada umumnya bidang usahanya banyak meng-gunakan kandungan lokal, sehingga dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negeri dan dapat dijadikan penghasil produk unggulan.
Ekonomi rakyat beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak didiskusikan dalam berbagai forum dan oleh banyak pihak. Bukan tanpa alasan ekonomi rakyat seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan. "Ambruknya" ekonomi Indonesia yang selama lebih dari tiga dasawarsa selalu dibanggakan oleh pemerintah, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur perekonomian Indonesia. Berbagai kajian yang dilaku-kan berhasil menemukenali satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat yang ter-nyata tidak memiliki struktur internal yang sehat. Ketergantungan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi neoliberal yang mengedepankan pertumbuhan dengan asumsi apabila pertumbuhan tinggi dengan sendirinya akan membuka banyak lapangan kerja, dan karena banyak lapangan kerja maka kemiskinan akan berkurang. Kebijakan ekonomi tersebut ternyata menghasilkan struktur ekonomi yang tidak seimbang. Didalam struktur ekonomi yang tidak seimbang tersebut, sekelompok kecil elit ekonomi -- yang menurut BPS jumlahnya kurang dari 1% total pelaku ekonomi -- mendapatkan berbagai fasilitas dan hak istimewa untuk menguasai sebagian besar sumber daya ekonomi dan karenanya mendominasi sumbangan dalam PDB, pertumbuhan ekonomi, maupun pangsa pasar. Mana-kala elit ekonomi tersebut mengalami problema keuangan sebagai akibat mis-manajemen dan praktek-praktek yang tidak sehat maka sebagai konsekuensi logisnya berbagai indikator seperti PDB dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemerosotan.
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karak-teristik masyarakat atau anggotanya. Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan seka-ligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komu-nitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkem-bang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menjadi sangat individualis, dan ber-orientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas. Sebagai bagian dari identifi-kasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang mem-butuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
Peningkatan Citra Koperasi, pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidakjelasan, tidak profesional, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya. Di media massa, berita negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, pada-hal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti. Citra kope-rasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun per-kembangan koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bah-kan sebagai sesuatu yang ‘sudah seha-rusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
Fungsi dan Peran Koperasi adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
Manusia selalu menginginkan agar hidupnya bahagia dan sejahtera. Kesejahteraan akan tercapai, apabila kita dapat memenuhi kebutuhan hidup yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani sehingga kebutuhan kedua unsur tersebut harus terpenuhi secara seimbang.
Kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan hidup tersebut, kita dapat memenuhinya melalui usaha sendiri atau usaha bersama. Usaha bersama terasa lebih ringan daripada usaha sendiri. Mengapa? Sebab setiap usaha apabila dilakukan secara bersama-sama (berkelompok) akan terasa lebih mudah, lebih cepat, dan lebih berhasil. Ingat pepatah, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
Dalam usaha bersama setiap anggota kelompok dapat saling melengkapi. Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dapat saling menutupi dan saling membantu. Usaha bersama yang bagaimanakah yang paling sesuai kita kembangkan di negara kita?
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) tertulis “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Pasal ini mengandung pengertian bahwa usaha bersama yang sesuai di negara kita adalah usaha yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Pengertian koperasi dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa, “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”
Pada dasarnya koperasi memiliki pengertian sebagai berikut:
a. Koperasi adalah badan usaha, artinya lembaga yang mengelola usaha. Misalnya, usaha pertokoan, produksi barang, jasa simpan pinjam dan usaha perkreditan.
b. Koperasi ada yang beranggotakan orang, ada pula yang beranggotakan badan hukum koperasi. Maksudnya koperasi ada yang beranggotakan orang-orang ada pula yang beranggotakan beberapa koperasi yang telah berbadan hukum. Badan hukum koperasi artinya koperasi yang telah diakui oleh pemerintah sebagai lembaga hukum. Ciri koperasi yang berbadan hukum adalah memiliki akta pendirian. Koperasi yang mempunyai badan hukum berhak melakukan tindakan hukum. Misalnya, melakukan perjanjian dengan pihak lain, kemudian bila ada masalah bisa menuntut dan dituntut ke pengadilan.
Cara Mendirikan Koperasi Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap :
1. Pertama adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota.
2. Kedua, para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi (ketua, sekretaris, dan bendahara yang selanjutnya disebut sebagai perangkat manajemen koperasi).
3. Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi.
4. Lalu meminta perizinan dari negara.
5. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.
Tujuan dan manfaat koperasi segala sesuatu dibentuk atau didirikan tentu mempunyai tujuan. Apa tujuan dibentuknya koperasi?
Berikut ini adalah tujuan pembentukan koperasi di Indonesia:
a. Memajukan kesejahteraan anggota
b. Memajukan kesejahteraan masyarakat
c. Membangun tatanan ekonomi nasional
Referensi:
Bayu Krisnamurthi, Djabarudin Djohan, ”Membangun koperasi pertanian Berbasis Anggota”, Jakarta, 2002.
Bayu Krisnamurthi, Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 2002
R.J. Kaptin Adisumarta, dalam buku Mubyarto & Daniel W. Bromley, “A Development Alternative for Indonesia”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002.
Setyo Budiantoro, dalam buku Dhakidae, Daniel, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar